Peran masyarakat sipil sangat penting dalam mendorong Indonesia menjadi negara anti perang. Masyarakat sipil, yang terdiri dari berbagai elemen seperti organisasi non-pemerintah, aktivis, akademisi, dan individu, memainkan peran kunci dalam memperjuangkan perdamaian dan menentang segala bentuk konflik bersenjata.
Menurut Dr. Dino Patti Djalal, mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, “Masyarakat sipil memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah terkait isu-isu perdamaian dan keamanan. Mereka dapat menyuarakan aspirasi dan kepentingan masyarakat secara independen dan kritis.”
Salah satu contoh peran masyarakat sipil dalam mendorong Indonesia menjadi negara anti perang adalah melalui kampanye perdamaian dan advokasi hak asasi manusia. Organisasi non-pemerintah seperti Kontras dan LBH Jakarta aktif dalam mengawal kasus-kasus pelanggaran HAM dan menekan pemerintah untuk bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan.
Selain itu, aktivis perdamaian seperti Nursyahbani Katjasungkana juga turut berperan dalam membangun kesadaran akan pentingnya perdamaian di tengah masyarakat. Beliau menyatakan, “Kita sebagai masyarakat sipil harus bersatu dan bergerak bersama untuk menolak segala bentuk kekerasan dan konflik bersenjata.”
Dalam konteks global, Indonesia juga aktif dalam mempromosikan perdamaian melalui partisipasi dalam misi perdamaian PBB. Menurut data Kementerian Luar Negeri Indonesia, sejak tahun 1957 Indonesia telah mengirimkan lebih dari 2.000 personel militer dan polisi untuk misi perdamaian PBB di berbagai negara.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran masyarakat sipil sangat penting dalam mendorong Indonesia menjadi negara anti perang. Melalui aksi nyata dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sipil, Indonesia dapat terus memperjuangkan perdamaian dan stabilitas di tingkat regional maupun global.