Ketimpangan sosial ekonomi seringkali menjadi salah satu penyebab utama konflik negara perang di Indonesia. Fenomena ini terjadi ketika ada perbedaan yang sangat besar dalam hal distribusi kekayaan, pendapatan, dan akses terhadap sumber daya antara kelompok-kelompok masyarakat.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini terlihat dari angka indeks gini yang mencerminkan tingkat ketimpangan pendapatan, yang masih berada di angka yang tinggi. Hal ini juga diperkuat oleh laporan dari Oxfam yang menyatakan bahwa 1% teratas penduduk Indonesia memiliki kekayaan yang sama dengan 49% terbawah penduduk Indonesia.
Ketimpangan sosial ekonomi yang besar ini dapat memicu ketegangan antar kelompok masyarakat. Ketika sebagian masyarakat merasa tidak adil karena tidak mendapatkan bagian yang sama dalam pembagian kekayaan dan sumber daya, konflik pun tak jarang terjadi. Hal ini dapat memicu timbulnya konflik horizontal antar kelompok masyarakat, seperti konflik antar agama, suku, atau kelas sosial.
Menurut pakar konflik, Prof. Dr. Juwono Sudarsono, “Ketimpangan sosial ekonomi yang tinggi dapat menjadi pemicu konflik negara perang di Indonesia. Ketika kesenjangan antar kelompok masyarakat semakin besar, risiko terjadinya konflik pun semakin tinggi.”
Oleh karena itu, penanganan ketimpangan sosial ekonomi perlu menjadi prioritas utama dalam upaya mencegah konflik negara perang di Indonesia. Pemerintah perlu melakukan kebijakan yang adil dan merata dalam distribusi kekayaan dan sumber daya, serta meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan lapangan kerja.
Dengan demikian, diharapkan ketimpangan sosial ekonomi yang ada dapat diperkecil sehingga konflik negara perang di Indonesia dapat diminimalisir. Seperti yang dikatakan oleh Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia.” Jadi, mari bersama-sama berjuang untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan merata untuk semua.